Kamis, 29 Mei 2014

Sepuluh hari setelah kita bersama

Pagi itu terasa sama seperti biasanya bangun pagi, shalat subuh dan bersiap kesekolah dengan isi tas yang tak terlalu berat. Aku bingung harus bagaimana menanggapi cerita teman aku mengenai cerita cintanya yang membuat semua orang yang telah mendengarnya berkata “sebenernya kamu itu orangnya terlalu sabar atau terlalu tolol?”. 
Dia berjalan seperti tak ada semangat untuk pergi kesekolah aku melihat temanku yang satu ini berbeda dari hari sebelumnya terlihat murung dan rasa gelisah terlihat jelas dari raut muka yang ditunjukannya. aku tak berbuat apa-apa hanya memperhatikannya dari jauh agar dia tidak begitu curiga. 
Selesai pelajaran pertama aku kira senyumnya akan kembali terlihat tetapi yang terlihat hanya rasa kegelisahannya yang semakin tergambar dari wajahnya. Entah apa yang dia pikirkan hanya saja sedari tadi rasa gelisah yang terlihat dibarengi dengan genggaman tangan yang begitu erat pada handphone-nya , saat itu aku memilih untuk terus diam mungkin hanya kegelisahan akan suatu hal yang belum saatnya untuk diceritakan. 
Pada saat jam istirahat semua telah meninggalkan kelas untuk pergi kekantin yang tersisa hanya kami berempat, aku tahan semua pertanyaanku padanya atas apa yang terjadi sehingga membuatnya bergitu gelisah. Dalam keheningan dia bercerita atas apa yang terjadi, semua sangat membingungkan ketika pria yang mulai mengetuk hatinya perlahan menyelinap masuk dan mempunyai ruang tersendiri memberikan pengakuan akan hatinya yang telah mendua. “dulu sebelum dia nyatain cintanya sama aku dia pernah nembak perempuan lain tapi udah lama belum dijawab, dia pikir cintanya udah ditolak tapi setelah sepuluh hari aku jadian sama dia perempuan itu ngasih jawaban kalau dia terima cintanya. Dia jujur sama aku kalau sekarang dia jadi bimbang disatu sisi dia udah mulai sayang sama aku tapi disisi lain hatinya yang pernah kosong terisi lagi sama orang yang membuatnya terasa kosong. Aku bingung harus gimana aku juga udah terlanjur sayang sama dia”
Saat itu dia bercerita sembari menangis aku dan teman-temanku hanya bisa diam karena apa yang dia rasakan belum saatnya kami untuk menanyakan akan hal lainnya, yang kami lakukan hanya memberinya dukungan lewat senyuman. Aku tak tahu apa rasanya menjadi wanita yang mendapat pengakuan bahwa pria yang disayanginya mendua, entah apa yang akan aku lakukan menangiskah, berteriak, memcaci atau aku akan tegar dengan semua yang terjadi entahlah itu sangat membingungkan serasa untuk sekedar membayangkannya saja terlalu pedih untuk dirasakan. 
Dua hari setelahnya, disaat senyum dan tawanya sudah kembali terlihat aku tanyakan akan tindakan yang dia lakukan setelah mengetahui pengakuan yang begitu menyakitkan. Tidak aku sangka untuk hal ini aku bingung hatinya terbuat dari apa, memang diawal begitu kesal sampai saat belajarpun dia tak fokus. “aku gak tau caranya melepas rasa sayang ini sudah terlalu banyak sampai saat dia membuat kesalahan hati ini masih bisa memaafkan meskipun sakit, aku beruntung tahu dari sekarang kalau dia mendua entah bagaimana dengan perempuan yang disana. Sampai saat ini aku belum bisa membuat keputusan, yang aku pilih masih diam ditempat yang sama senyum yang sama dan yang berubah hanya satu, rasa sayang aku sama dia semakin besar “.
Pada dasarnya hati perempuan itu sama ‘selalu memaafkan’ hanya caranya saja yang berbeda. Ada yang mencaci terlebih dahulu kemudian memaafkan, ada yang menangis kemudian memaafkan dan yang lebih menyakitkan ketika kita memaafkan kesalahannya dengan ketegaran tetapi ketika dia beranjak pergi kemuadian tangis yang tak henti-hentinya keluar terus menerus. Itu terjadi bukan karena dia ingin dianggap perempuan tegar tetapi dia tak ingin kehilangan kamu lebih jauh lagi, sakit yang dia rasakan belum sebesar ketika kamu berjalan pergi meninggalkan semuanya.

Dari kekasihmu yang selalu menunggu kepastian

1 komentar: