Aku tak tahu, ini semua dimulai sejak kapan dan di mana. Aku pun tak
tahu selama ini apa yang telah aku perbuat kepadamu, hanya saja perubahan sikap
itu begitu nampak sampai aku tak tahu harus bersikap seperti apa jika
berhadapan denganmu. Aku bingung, aku ingin kamu yang dulu, aku ingin kita yang
dulu bukan yang sekarang!
Di sekolah, kita berasal dari kelas yang sama. Kamu duduk di pojok meja paling depan, berhadapan dengan meja
guru. Dan aku duduk di jajaran ketiga darimu, hanya saja aku tidak duduk di
meja pertama, aku duduk di meja kedua. Iya, kita hanya terhalang dua meja dan
empat kursi, tapi itu semua tidak menghalang kedekatan kita sebagai sahabat.
Karena di kelas hanya ada sepuluh orang siswi dari jumlah tiga puluh murid,
jadi tidak menutup kemungkinan persahabatan antara laki-laki dan perempuan bisa
terjalin. Dan salah satunya adalah aku dan kamu.
Kamu anak rantau dan aku hanya anak perempuan yang masih
berlindung dari balik mamahnya. Kamu mandiri dan aku hanya anak bungsu dari dua
bersaudara, yang benar-benar membuat kita sama, keceriaan dan perilaku kita
yang suka bercanda, itu saja. Tapi itu bisa membuat kita begitu dekat sampai
ada beberapa temanku dari kelas lain yang bertanya "kalian begitu dekat.
Apa kalian pacaran?" Dengan pertanyaan itu aku hanya bisa melongo dan
menjawab dalam hati " Apa aku sedekat itu? Sampai-sampai orang lain
mengira kita pacaran?"
Tak sedikit pun aku menyangka akan ada pikiran bahwa kedekatan
kita disalah artikan oleh orang lain. Aku tak mengerti mengapa, hanya saja saat
bersamamu, aku merasa nyaman seperti tak ada jarak di antara kita. Kamu sering
bercerita tentang kelucuan keluargamu hingga membuat aku tertawa lepas, tak
jarang kamu pun bercerita tentang keluh-kesahmu sebagai anak rantau. Bahkan aku
tidak menyangka kamu pun akan bercerita mengenai hubunganmu dengan dia,
kekasihmu. Cerita yang menurutku terhitung pribadi. Dan dari cerita-ceritamu itulah
aku sedikit mendapat gambaran akan dirimu yang nyatanya begitu mengagumkan.
Setiap harinya saat kita bersama selalu saja ada hal baru yang terjadi.
Salah satunya peristiwa saat kamu terjatuh dari motor. Entah mengapa saat di sekolah
nampaknya hanya aku yang melihat luka itu, atau memang hanya aku yang sengaja
memperhatikanmu? Dan pada akhirnya tanpa sepengetahuanmu aku mencari kotak P3K
karena aku tahu kamu tak akan memperdulikan luka itu. Aku obati semua lukanya
mulai dari siku, telapak tangan dan jarimu. Aku tahu itu hanya lecet, lecet
yang akan besar jika terus dibiarkan. Kamu kaget saat aku langsung meraih
tanganmu dan mengobatinya, kamu tak bersuara atau pun menolaknya. Entah mengapa
aku pun melakukan hal yang sama setelah aku selesai mengobatinya, dan kamu pun
akhirnya mengukir sebuah senyuman hangat. Entah apa arti senyuman itu tapi aku
senang melihatnya.
Layaknya persahabatan biasa, pertengkaran pun sering terjadi.
Entah itu perang dingin atau pun perang panas, tapi setelah itu kita berbaikan
kembali. Iya kamu emang baik, tapi terkadang kamu juga nyebelin. Kamu gak
pernah bilang “gak mau” kalau aku minta tolong. Dan kamu itu terlalu baik,
sampai aku sayang sama kamu.
Ditahun ini kita sama-sama menginjak usia tujuh belas tahun, kamu
Februari dan aku Mei. Saat kamu ulang tahun aku mendiamkan kamu hampir satu
bulan lamanya, memang aku tahu itu terlalu jahat. Tapi ini semata-mata hanya
satu bentuk kejutan dariku. Dan kamu tahu, saat semuanya berjalan aku masih
memperhatikan kamu ko, untuk memastikan semua berjalan dengan lancar.
Tapi apa saat aku berulang tahun kamu ingat? Aku berharap kamu
yang pertama memberi ucapan “selamat”. Memberi kejutan dengan kamu datang ke
rumahku sambil membawa kue beserta kado? Tidak, bukan itu! Kamu sms atau kasih
selamat waktu di sekolah pun buatku itu sudah cukup. Yang penting kamu ngucapin, setidaknya kamu ingat akan hari
ulang tahunku!
Ah, mungkin kamu hanya ngerjain balik. Yang nantinya aku pura-pura
marah terus nanti kamu akan memberikan kejutan. Baiklah, aku tunggu kejutan
itu. Sehari, dua hari, seminggu, dua minggu dan sampai menginjak satu bulan
kamu sama sekali gak ngasih ucapan itu! Aku tahu dulu aku jahat, terus apa kamu
gak lebih jahat disaat aku sayang sama kamu sebagai kakak dan tiba-tiba kamu
berubah dengan mudahnya?
Bersikap begitu dingin saat kita bertemu, bersikap begitu acuh
saat aku akan memulai pembicaraan. Apa salah apabila aku merasakan keanehan
ini? Sekarang aku merasa di antara kita seperti ada jarak yang membentang jauh,
tapi nyatanya kita berada di dalam satu ruangan yang sama. Apa kamu merasakan ini
semua, tapi terlalu aneh jika kamu tak merasakannya.
Aku sedih melihat kita seperti ini. Kemudian aku berpikir “apakah
aku punya salah sama kamu?” apa memang kamu nyaman bila kita seperti ini? Aku
terlalu bingung untuk menebak jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Tolong,
jelasin semuanya biar aku mengerti akan apa yang terjadi!
Bisa gak kita seperti dulu lagi? Aku terlalu sakit melihat kita
seperti ini, terlalu berjarak. Apa gak bisa kita seperti dulu lagi? Kalau gak
bisa, apa bisa saat kita bertemu tidak ada kecanggungan yang terasa untuk memulai
pembicaraan, hanya itu saja cukup. Apa kamu malu untuk itu semua? Apa mungkin
harus aku yang selalu saja memulai untuk menanyakan “kenapa kamu berubah?”
Aku berharap kita akan seperti dulu,
sebagai sahabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar